Pengaruh Tarekat terhadap Kesalehan Individu
Pengaruh tarekat terhadap para pengikutnya sangat nyata
terlihat dalam pengamalan ritual-keagamaan. Mereka menjadi terikat
oleh suatu sistem dan teknik tertentu dalam berzikir khususnya
sebagaimana diajarkan oleh mursyid. Secara umum mereka
menikmati kebiasaan baru ini karena memang mereka sudah
memasrahkan jiwanya kepada mursyid. Bagi yang masuk kategori
ini, menekuni amalan tarekat akan menjadikan kehidupan terasa lebih menenteramkan.
Antara lain, seperti pengakuan Zainun, yang mengaku dibai’at
secara langsung oleh TGH. Abhar pada tahun 1988 secara
jama’i/bersama-sama dengan orang lain. Dikatakannya;
Dengan masuk tarekat, menambah ketenangan jiwa persis seperti
firman Allah “alâ bi dzikrillâhi tathmainnul qulûb”. Kalau sudah lama
mengamalkan ajaran tarekat seperti saya alami, bahkan bisa
ketagihan. Tak ada malas-malas. Terhadap dunia, karena saya
semakin bisa menyikapi dengan zuhud dan bisa membatasi diri.25
Pengikut lain, H. As’ad Ma’rif, menuturkan pengalamannya;
Saya dulu diba’ait oleh Datuk sewaktu pondok masih di Timur
(Pagutan dekat pasar, pen). Sampai kini, alhamdulillah masih aktif
terus. Saya selalu mengikuti pengajian hari ahad, juga kadangkala hari
selasa dari pada nganggur di rumah (Biasanya selasa untuk ibu-ibu,
pen). Rasa-rasanya enak, bersahaja, tenang begitu …. Apalagi kalau
ingat menghadapi mati nanti, syukur rasanya saya sudah masuk
tarekat. Makanya Mas ikut saja, biar merasakan nikmatnya. Kalau
orang tidak ahli zikir bisa macam-macam yang terjadi waktu sakaratul
maut. Kan itu tergantung bagaimana kebiasaan orang, yang biasanya
mencuri atau sabung ayam, tentu beda dengan yang ahli ibadah. Lalu
seminggu sekali kami dari Jempong Barat mengadakan kegiatan rutin
di masjid Nurul Huda, yaitu istighatsah, yang dipimpin oleh H.
Mukhtar beliau ini murid Datuk Bahar juga yang menjadi ketua
jama’ah di daerah kami. Jadi, motivasi utama umumnya para pengikut adalah
meningkatkan keimanan, tidak lebih dan tidak kurang. Mereka
menyadari sepenuhnya bahwa kehidupan dunia ada batasnya,
sementara kehidupan akhirat jauh tidak terbatas, maka
mempersiapkan dan membekali diri merupakan keharusan. Dan
ternyata, tidak hanya kaum lelaki, kalangan perempuan juga
menyatakan hal yang sama. Salah seorang responden perempuanmenuturkan pengalamannya;
Saya ikut bai’at tahun 1979-an, saat itu masih gadis. Orangorang
kampung saya banyak yang ikut ke sini (Pagutan, pen),
memang ada yang ikut ke Pagutan yang sana yang asalnya dari
tarekat di Lendang Batah Loteng, tapi lebih banyak yang ke
Darul Falah ini. Nah, yang sudah bai’at terus mengaji di sini,
seperti saya tiap Selasa juga datang. Rasanya tidak ada yang
berat diamalkan, semuanya kan untuk ibadah. Kecuali waktu
bai’at tingkat IV memang agak berat karena menghafalkan
nama-nama silsilah asal tarekat kita ambil, dari Datuk sini terus
dari Jombang dan seterusnya. Tapi ndak ada beban apa-apa.
Suami saya juga ikut, tadi itu yang duduk di sebelah sini. Dia
berjualan di Bali. Para pengikut tarekat umumnya merasakan perubahan
perilaku dalam kehidupan, baik yang berkaitan dengan ibadah (baca;
yang berhungan dengan Allah) atau mua’malah. Sebagai contoh apa
yang dituturkan oleh Ust. Muhammad Alwi, bahwa beliua dengan
polos menyatakan: “Setelah mengikuti thariqat kita merasa tenang dalam
menghadapi hingar-bingarnya dunia. Tapi sebelumnya kadang rasa “jelek”
kepada teman sering timbul. Alhamdulillah sekarang sudah hilang”.28 Ust.
Muhammad Alwi telah mengikuti thariqat selama 10 (sepuluh)
tahun, dan sekarang masih aktif sambil mengiringi TGH. Najamuddin dalam berbagai kegiatan. Selain itu, salah seorang pengikut thariqat juga mengaku merasa berubah, setelah mengikuti
tarekat. Ia mengaku sebelumnya bisa saja melakukan hal-hal yang
dipandang negatif, namun sekarang semua itu telah hilang, di
samping itu dalam melaksanakan shalat dapat terasa khusyu’.29
Perubahan yang terjadi juga dari pengikut tarekat, bahwa
sebelum mengikuti tarekat keinginan untuk melakukan tindakan
terlarang selalu bergejolak, tetapi setelah mengikuti tarekat ia merasa
tenang, dan tidak berani melakukan sesuatu bila bertemu dengan hal
yang dapat membawa dosa, dan sangat senang dapat mengiringi
Abah (TGH. Najamuddin) dalam keseharian. Bila tidak dapat
mengikuti/menemui abah satu hari saja, maka dirasakan ia telah
merugi. 30 Nampaknya rasa tersebut timbul karena kedamaian dalam
hati, bila sering bertemu dengan orang yang memiliki kharisma dan
kesalehan, apalagi seseorang tersebut diyakini sudah mencapai derajat waliyullah.
Kehidupan keagamaan yang terjadi di kalangan para pengikut
jelas menunjukkan korelasi positif. Sebelum mengikuti tarekat,
mereka mengaku ibadahnya tidak stabil, tetapi dengan masuk
tarekat terasa semakin mantap. Jelaslah bahwa peningkatan
keimanan dan kesalehan menjadi tujuan para pengikut tarekat ini.
Sisi lainnya, ternyata pandangan dan kesannya cenderung pasrah
semisal tabah menerima cobaan, syukur, tahan uji, dan lainnya, hal
itu karena latar belakang mereka kebanyakan dari para pekerja
sektor informal yang tidak memiliki penghasilan tetap. Dalam
kondisi seperti ini pola keberagamaan yang cenderung pada
kepasrahan relevan dengan kondisi aktual keseharian mereka.
Intinya, masing-masing pengikut memiliki dan merasakan
perubuhan yang berbeda-berbeda pada diri mereka sesuai dengan
konsentrasi dan penghayatan dari pengamalan zikir-zikir yang
diterima dari sang guru. Hasil dari pengamalan tersebut merupakan
suatu hasil yang luar biasa, karena dapat merubah perilaku yang negatif menjadi positif.
Peran Tarekat dalam Pembentukan Kesalehan Sosial
Para pengikut tarekat selain menjalankan ajaran tarekat yang
diterima dari Guru, sebagai jalan untuk mendalami jati diri dan
sebagai pendekatan diri kepada Allah, mereka juga terlibat dalam
kiprah sosial dalam menjaga hubungan dengan masyarakat.
Karenanya dalam pandangan masyarakat, pengikut tarekat tidak
eksklusif tetapi terbuka dalam pergaulan dengan masyarakat luas.
Institusi tarekat pun menyelenggarakan kegiatan pengajian yang
bersifat terbuka untuk umum.
Pengajian umum di Praya diikuti oleh banyak orang, baik dari
kalangan muda, tua, anak kecil, dan materinya diberikan secara
umum, baik berkaitan dengan fiqh, tauhid, targhib, tarhib, akhlaq, dan
lainnya. Dalam hal ini, sebagai kelanjutan hubungan dengan
masyarakat, TGH. Najamuddin menugaskan beberapa murid tarekat
yang dipandang mampu untuk memberikan pengajian, baik yang
sudah dipandang sebagai TGH atau Ust. Pengajian ini diadakan di
beberapa desa dan oleh guru-guru yang berbeda, sesuai dengan
kemauan masyarakat yang diberikan pengajian.31 Pengajian yang
diberikan tersebut berjumlah 150 (seratus lima puluh) tempat/desa,
antara lain; Desa Batu Nyala, Lajut, Beraim, Pengadang, Jurang Jaler,
Semayan, Sesate, Praya, Bunut Baok, Panca Sate, Penujak,
Mangkung, Tanak Awu, Ketawang Praya Barat, Kelanjur Perya Barat
Daya, (Lombok Tengah), Sekotong, Sayang-sayang, Sesaot (Lombok
Barat) dan lain-lain.32 Sementara para pengajar dari kalangan TGH
dan Ust. diberikan tugas oleh TGH Najamudin untuk mengajar
jama’ah majlis taklim tersebut adalah: TGH. L. Sam’an, TGH. Ahmad
Ibrahim, TGH. Najmudin Ibrahim, TGH. Mukti Ali, TGH. Ishak,
TGH. Akhyar Saliki, TGH. Muslim Thahir, Drs. H. Usman
Najamuddin, Ust. Abdul Bari Najamuddin, M.Ag, dan TGH. Abdul Hayyi.
Jadwal pengajian adalah sesuai dengan saran TGH dengan
masyakat yang diberikan pengajian, maka dari itu seorang TGH
mungkin bisa mengajar dalam beberpa desa.33 Pengajian tersebut
selain bertujuan untuk membentuk akhlak mulia dalam pandangan
Allah dan masyarakat, juga bertujuan untuk dialog kepada
mayarakat agar mereka tetap menjaga hubungan baik dengan
pondok pesantren, sehingga rasa kebersamaan dapat terlaksana
dalam kehidupan sehari-hari.34 Selain pengajian yang diberikan oleh
TGH yang ditugaskan di atas, pengajian yang ada di pondok
pesantren diberikan pada hari selasa dan kamis oleh TGH Najamuddin sendiri.
Di kalangan para pengikut, hubungan sosial diantara mereka
dirasakan sangatlah kuat. Jarang sekali ditemui konflik diantara para
pengikut, dan kalaupun ada maka hal itu dapat segera mereka
carikan jalan penyelesaian dengan penuh semangat kebersamaan.
Potensi demikian memunculkan pola “persaudaraan sejati” yang
amat mahal harganya dalam kehidupan modern yang dijejali oleh semangat individualitas.
Sementara itu di Pagutan, pengaruh tarekat terhadap
masyarakat sekitar dapat dilihat dari diterimanya ajaran tarekat oleh
orang-orang sekitar. Berdasarkan hasil observasi, desa-desa sebagai
basis tarekat yang berafiliasi ke Darul Falah antara lain Pagutan dan
sekitarnya, Bajur dan sekitarnya, Banyumulek dan sekitarnya, Kekeri
dan sekitarnya, serta yang lainnya. Sampai dengan tahun 2004 ini
jumlah anggota masyarakat yang mengambil bai’at pada TGH.
Mustiadi Abhar berjumlah 10.000-an. Sedangkan yang mengambil
bai’at kepada TGH. Abhar mencapai 40.000-an.35 Jumlah tersebut
tidak bisa dikatakan sedikit, karenanya ketika diadakan acara haul
tiap tahunnya yaitu tiap hari lebaran ketupat (hari ke 8 bulan syawal)
jumlah massa yang datang sedemikian banyak. Ini sungguh menjadi
kekuatan massa yang sangat potensial untuk digerakkan.
Menurut penuturan TGH. Mustiadi, ajaran kesalehan sosial
yang paling dominan adalah membantu oarng lain, lebih-lebih
kepada mereka yang membutuhkan bantuan. Beliau menuturkan,
meskipun seseorang dalam kondisi yang pas-pasan tetapi apabila ada
orang lain yang membutuhkan maka haruslah mendahulukan
kepentingan orang lain itu. Semangat tasawuf selalu dilandasi pada
akhlak yang mulia, sehingga kata kunci untuk menyebut kesalehan
sosial terletak pada ajaran cinta kasih sesama makhluk.36 Meskipun
demikian, tidak semua jama’ah mampu melakukannya disebabkan karena keterbatasan kondisi perekonomiannya.
Untuk mendorong ke arah itu, pengajian-pengajian tarekat
rutin diadakan seminggu dua kali. Dalam pengajian itu diarahkan
pada pendalaman pemahaman keagamaan, baik dalam dimensi
syari’ah maupun dalam dimensi tasawuf. Darul Falah Pagutan
sebagai sentral tidak sendiri dalam memberikan pencerahan
keagamaan pada masyarakat tersebut. Di tempat lain sudah banyak
alumni Darul Falah yang ditokohkan masyarakat, mereka itulah yang
turut membantu memberikan pengajian-pengajian pada masyarakat.
Mereka antara lain; TGH. Ulul Azmi (Jerneng), TGH. Anwar MZ
(Duman), TGH. Abror (Labuapi), TGH. Muin & TGH Badrul Ihsan (Presak Timur), TGH.
Muzhar (Dasan Ketujur), dan lainnya.
Di samping itu untuk mengkoordinir jumlah jamaah yang
makin banyak, maka pada tiap-tiap kelompok ada yang diangkat
sebagai ketua jamaah. Para ketua inilah yang mengkoordinir
kegiatan-kegiatan anggotanya untuk kegiatan keagamaan seperti
istigatsah dan takziyah bila ada anggota yang meninggal maupun
kegiatan non keagamaan semisal koordinasi kegiaan/program
dengan pimpinan pondok. Sejauh ini ada 140 orang ketua jamaah
yang berasal dari berbagai desa dan kampung.
Pengaruh sosial yang kuat tidak terlihat nyata dalam
kehidupan pengkut tarekat yang serba pas-pasan. Jangankan untuk
membantu orang lain, untuk mengurus dirinya sendiri sebagian
mereka masih kesulitan dan sering dalam kondisi yang labil. Dari
hitungan kasar yang ditunjukkan TGH. Mustiadi, anggota jamaah
yang berkecukupan hanyalah sekitar 10 % saja, sisanya adalah orangorang
yang lemah secara ekonomi.37 Dari anggota yang
berkecukupan itulah bisa dilihat kiprah mereka di tengah
masyarakat. Umumnya mereka adalah orang-orang yang sangat
berjiwa sosial, tanggap terhadap kepentingan masyarakat dan dapat
diandalkan perannya dalam membantu orang-orang yang
membutuhkan. Dari sinilah potensi-potensi kesalehan sosial begitu
kuat dalam kehidupan tarekat.
SIMPULAN
Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah di Pagutan dan Praya
Lombok memiliki peran yang signifikan, khususnya dalam
menciptakan kesalehan individu para pengikut, yaitu mereka dapat
merasakan mendalamnya pengalaman keagamaan dan kedekatan
dengan Allah. Sebagai dampaknya, seseorang berusaha untuk
melangkah secara benar dan tidak akan mengulangi dosa,
menjauhkan dari maksiat, dan menambah rasa khusyu’ dalam
beribadah.
Adapun kesalehan sosial yang bisa dilihat secara praktis adalah
dari segi semangat, kesungguhan dan ketulusan mereka untuk
membantu sesama. Hanya saja hal itu bukan dalam pengertian
sebagai gerakan sosial yang sangat besar pengaruhnya, tetapi lebih
merupakan komitmen-komitmen yang tumbuh yang ada pada
masing-masing individu. Jadi ia masih merupakan kekuatan ‘laten’
dan belum ‘manifes’ secara nyata dalam skala massif. Meskipun
demikian, karena sebagai kekuatan potensial, suatu saat tidak
menutup kemungkinan akan muncul peran yang lebih nyata dari
tarekat di tengah kehidupan masyarakat luas.
Pengaruh tarekat terhadap para pengikutnya sangat nyata
terlihat dalam pengamalan ritual-keagamaan. Mereka menjadi terikat
oleh suatu sistem dan teknik tertentu dalam berzikir khususnya
sebagaimana diajarkan oleh mursyid. Secara umum mereka
menikmati kebiasaan baru ini karena memang mereka sudah
memasrahkan jiwanya kepada mursyid. Bagi yang masuk kategori
ini, menekuni amalan tarekat akan menjadikan kehidupan terasa lebih menenteramkan.
Antara lain, seperti pengakuan Zainun, yang mengaku dibai’at
secara langsung oleh TGH. Abhar pada tahun 1988 secara
jama’i/bersama-sama dengan orang lain. Dikatakannya;
Dengan masuk tarekat, menambah ketenangan jiwa persis seperti
firman Allah “alâ bi dzikrillâhi tathmainnul qulûb”. Kalau sudah lama
mengamalkan ajaran tarekat seperti saya alami, bahkan bisa
ketagihan. Tak ada malas-malas. Terhadap dunia, karena saya
semakin bisa menyikapi dengan zuhud dan bisa membatasi diri.25
Pengikut lain, H. As’ad Ma’rif, menuturkan pengalamannya;
Saya dulu diba’ait oleh Datuk sewaktu pondok masih di Timur
(Pagutan dekat pasar, pen). Sampai kini, alhamdulillah masih aktif
terus. Saya selalu mengikuti pengajian hari ahad, juga kadangkala hari
selasa dari pada nganggur di rumah (Biasanya selasa untuk ibu-ibu,
pen). Rasa-rasanya enak, bersahaja, tenang begitu …. Apalagi kalau
ingat menghadapi mati nanti, syukur rasanya saya sudah masuk
tarekat. Makanya Mas ikut saja, biar merasakan nikmatnya. Kalau
orang tidak ahli zikir bisa macam-macam yang terjadi waktu sakaratul
maut. Kan itu tergantung bagaimana kebiasaan orang, yang biasanya
mencuri atau sabung ayam, tentu beda dengan yang ahli ibadah. Lalu
seminggu sekali kami dari Jempong Barat mengadakan kegiatan rutin
di masjid Nurul Huda, yaitu istighatsah, yang dipimpin oleh H.
Mukhtar beliau ini murid Datuk Bahar juga yang menjadi ketua
jama’ah di daerah kami. Jadi, motivasi utama umumnya para pengikut adalah
meningkatkan keimanan, tidak lebih dan tidak kurang. Mereka
menyadari sepenuhnya bahwa kehidupan dunia ada batasnya,
sementara kehidupan akhirat jauh tidak terbatas, maka
mempersiapkan dan membekali diri merupakan keharusan. Dan
ternyata, tidak hanya kaum lelaki, kalangan perempuan juga
menyatakan hal yang sama. Salah seorang responden perempuanmenuturkan pengalamannya;
Saya ikut bai’at tahun 1979-an, saat itu masih gadis. Orangorang
kampung saya banyak yang ikut ke sini (Pagutan, pen),
memang ada yang ikut ke Pagutan yang sana yang asalnya dari
tarekat di Lendang Batah Loteng, tapi lebih banyak yang ke
Darul Falah ini. Nah, yang sudah bai’at terus mengaji di sini,
seperti saya tiap Selasa juga datang. Rasanya tidak ada yang
berat diamalkan, semuanya kan untuk ibadah. Kecuali waktu
bai’at tingkat IV memang agak berat karena menghafalkan
nama-nama silsilah asal tarekat kita ambil, dari Datuk sini terus
dari Jombang dan seterusnya. Tapi ndak ada beban apa-apa.
Suami saya juga ikut, tadi itu yang duduk di sebelah sini. Dia
berjualan di Bali. Para pengikut tarekat umumnya merasakan perubahan
perilaku dalam kehidupan, baik yang berkaitan dengan ibadah (baca;
yang berhungan dengan Allah) atau mua’malah. Sebagai contoh apa
yang dituturkan oleh Ust. Muhammad Alwi, bahwa beliua dengan
polos menyatakan: “Setelah mengikuti thariqat kita merasa tenang dalam
menghadapi hingar-bingarnya dunia. Tapi sebelumnya kadang rasa “jelek”
kepada teman sering timbul. Alhamdulillah sekarang sudah hilang”.28 Ust.
Muhammad Alwi telah mengikuti thariqat selama 10 (sepuluh)
tahun, dan sekarang masih aktif sambil mengiringi TGH. Najamuddin dalam berbagai kegiatan. Selain itu, salah seorang pengikut thariqat juga mengaku merasa berubah, setelah mengikuti
tarekat. Ia mengaku sebelumnya bisa saja melakukan hal-hal yang
dipandang negatif, namun sekarang semua itu telah hilang, di
samping itu dalam melaksanakan shalat dapat terasa khusyu’.29
Perubahan yang terjadi juga dari pengikut tarekat, bahwa
sebelum mengikuti tarekat keinginan untuk melakukan tindakan
terlarang selalu bergejolak, tetapi setelah mengikuti tarekat ia merasa
tenang, dan tidak berani melakukan sesuatu bila bertemu dengan hal
yang dapat membawa dosa, dan sangat senang dapat mengiringi
Abah (TGH. Najamuddin) dalam keseharian. Bila tidak dapat
mengikuti/menemui abah satu hari saja, maka dirasakan ia telah
merugi. 30 Nampaknya rasa tersebut timbul karena kedamaian dalam
hati, bila sering bertemu dengan orang yang memiliki kharisma dan
kesalehan, apalagi seseorang tersebut diyakini sudah mencapai derajat waliyullah.
Kehidupan keagamaan yang terjadi di kalangan para pengikut
jelas menunjukkan korelasi positif. Sebelum mengikuti tarekat,
mereka mengaku ibadahnya tidak stabil, tetapi dengan masuk
tarekat terasa semakin mantap. Jelaslah bahwa peningkatan
keimanan dan kesalehan menjadi tujuan para pengikut tarekat ini.
Sisi lainnya, ternyata pandangan dan kesannya cenderung pasrah
semisal tabah menerima cobaan, syukur, tahan uji, dan lainnya, hal
itu karena latar belakang mereka kebanyakan dari para pekerja
sektor informal yang tidak memiliki penghasilan tetap. Dalam
kondisi seperti ini pola keberagamaan yang cenderung pada
kepasrahan relevan dengan kondisi aktual keseharian mereka.
Intinya, masing-masing pengikut memiliki dan merasakan
perubuhan yang berbeda-berbeda pada diri mereka sesuai dengan
konsentrasi dan penghayatan dari pengamalan zikir-zikir yang
diterima dari sang guru. Hasil dari pengamalan tersebut merupakan
suatu hasil yang luar biasa, karena dapat merubah perilaku yang negatif menjadi positif.
Peran Tarekat dalam Pembentukan Kesalehan Sosial
Para pengikut tarekat selain menjalankan ajaran tarekat yang
diterima dari Guru, sebagai jalan untuk mendalami jati diri dan
sebagai pendekatan diri kepada Allah, mereka juga terlibat dalam
kiprah sosial dalam menjaga hubungan dengan masyarakat.
Karenanya dalam pandangan masyarakat, pengikut tarekat tidak
eksklusif tetapi terbuka dalam pergaulan dengan masyarakat luas.
Institusi tarekat pun menyelenggarakan kegiatan pengajian yang
bersifat terbuka untuk umum.
Pengajian umum di Praya diikuti oleh banyak orang, baik dari
kalangan muda, tua, anak kecil, dan materinya diberikan secara
umum, baik berkaitan dengan fiqh, tauhid, targhib, tarhib, akhlaq, dan
lainnya. Dalam hal ini, sebagai kelanjutan hubungan dengan
masyarakat, TGH. Najamuddin menugaskan beberapa murid tarekat
yang dipandang mampu untuk memberikan pengajian, baik yang
sudah dipandang sebagai TGH atau Ust. Pengajian ini diadakan di
beberapa desa dan oleh guru-guru yang berbeda, sesuai dengan
kemauan masyarakat yang diberikan pengajian.31 Pengajian yang
diberikan tersebut berjumlah 150 (seratus lima puluh) tempat/desa,
antara lain; Desa Batu Nyala, Lajut, Beraim, Pengadang, Jurang Jaler,
Semayan, Sesate, Praya, Bunut Baok, Panca Sate, Penujak,
Mangkung, Tanak Awu, Ketawang Praya Barat, Kelanjur Perya Barat
Daya, (Lombok Tengah), Sekotong, Sayang-sayang, Sesaot (Lombok
Barat) dan lain-lain.32 Sementara para pengajar dari kalangan TGH
dan Ust. diberikan tugas oleh TGH Najamudin untuk mengajar
jama’ah majlis taklim tersebut adalah: TGH. L. Sam’an, TGH. Ahmad
Ibrahim, TGH. Najmudin Ibrahim, TGH. Mukti Ali, TGH. Ishak,
TGH. Akhyar Saliki, TGH. Muslim Thahir, Drs. H. Usman
Najamuddin, Ust. Abdul Bari Najamuddin, M.Ag, dan TGH. Abdul Hayyi.
Jadwal pengajian adalah sesuai dengan saran TGH dengan
masyakat yang diberikan pengajian, maka dari itu seorang TGH
mungkin bisa mengajar dalam beberpa desa.33 Pengajian tersebut
selain bertujuan untuk membentuk akhlak mulia dalam pandangan
Allah dan masyarakat, juga bertujuan untuk dialog kepada
mayarakat agar mereka tetap menjaga hubungan baik dengan
pondok pesantren, sehingga rasa kebersamaan dapat terlaksana
dalam kehidupan sehari-hari.34 Selain pengajian yang diberikan oleh
TGH yang ditugaskan di atas, pengajian yang ada di pondok
pesantren diberikan pada hari selasa dan kamis oleh TGH Najamuddin sendiri.
Di kalangan para pengikut, hubungan sosial diantara mereka
dirasakan sangatlah kuat. Jarang sekali ditemui konflik diantara para
pengikut, dan kalaupun ada maka hal itu dapat segera mereka
carikan jalan penyelesaian dengan penuh semangat kebersamaan.
Potensi demikian memunculkan pola “persaudaraan sejati” yang
amat mahal harganya dalam kehidupan modern yang dijejali oleh semangat individualitas.
Sementara itu di Pagutan, pengaruh tarekat terhadap
masyarakat sekitar dapat dilihat dari diterimanya ajaran tarekat oleh
orang-orang sekitar. Berdasarkan hasil observasi, desa-desa sebagai
basis tarekat yang berafiliasi ke Darul Falah antara lain Pagutan dan
sekitarnya, Bajur dan sekitarnya, Banyumulek dan sekitarnya, Kekeri
dan sekitarnya, serta yang lainnya. Sampai dengan tahun 2004 ini
jumlah anggota masyarakat yang mengambil bai’at pada TGH.
Mustiadi Abhar berjumlah 10.000-an. Sedangkan yang mengambil
bai’at kepada TGH. Abhar mencapai 40.000-an.35 Jumlah tersebut
tidak bisa dikatakan sedikit, karenanya ketika diadakan acara haul
tiap tahunnya yaitu tiap hari lebaran ketupat (hari ke 8 bulan syawal)
jumlah massa yang datang sedemikian banyak. Ini sungguh menjadi
kekuatan massa yang sangat potensial untuk digerakkan.
Menurut penuturan TGH. Mustiadi, ajaran kesalehan sosial
yang paling dominan adalah membantu oarng lain, lebih-lebih
kepada mereka yang membutuhkan bantuan. Beliau menuturkan,
meskipun seseorang dalam kondisi yang pas-pasan tetapi apabila ada
orang lain yang membutuhkan maka haruslah mendahulukan
kepentingan orang lain itu. Semangat tasawuf selalu dilandasi pada
akhlak yang mulia, sehingga kata kunci untuk menyebut kesalehan
sosial terletak pada ajaran cinta kasih sesama makhluk.36 Meskipun
demikian, tidak semua jama’ah mampu melakukannya disebabkan karena keterbatasan kondisi perekonomiannya.
Untuk mendorong ke arah itu, pengajian-pengajian tarekat
rutin diadakan seminggu dua kali. Dalam pengajian itu diarahkan
pada pendalaman pemahaman keagamaan, baik dalam dimensi
syari’ah maupun dalam dimensi tasawuf. Darul Falah Pagutan
sebagai sentral tidak sendiri dalam memberikan pencerahan
keagamaan pada masyarakat tersebut. Di tempat lain sudah banyak
alumni Darul Falah yang ditokohkan masyarakat, mereka itulah yang
turut membantu memberikan pengajian-pengajian pada masyarakat.
Mereka antara lain; TGH. Ulul Azmi (Jerneng), TGH. Anwar MZ
(Duman), TGH. Abror (Labuapi), TGH. Muin & TGH Badrul Ihsan (Presak Timur), TGH.
Muzhar (Dasan Ketujur), dan lainnya.
Di samping itu untuk mengkoordinir jumlah jamaah yang
makin banyak, maka pada tiap-tiap kelompok ada yang diangkat
sebagai ketua jamaah. Para ketua inilah yang mengkoordinir
kegiatan-kegiatan anggotanya untuk kegiatan keagamaan seperti
istigatsah dan takziyah bila ada anggota yang meninggal maupun
kegiatan non keagamaan semisal koordinasi kegiaan/program
dengan pimpinan pondok. Sejauh ini ada 140 orang ketua jamaah
yang berasal dari berbagai desa dan kampung.
Pengaruh sosial yang kuat tidak terlihat nyata dalam
kehidupan pengkut tarekat yang serba pas-pasan. Jangankan untuk
membantu orang lain, untuk mengurus dirinya sendiri sebagian
mereka masih kesulitan dan sering dalam kondisi yang labil. Dari
hitungan kasar yang ditunjukkan TGH. Mustiadi, anggota jamaah
yang berkecukupan hanyalah sekitar 10 % saja, sisanya adalah orangorang
yang lemah secara ekonomi.37 Dari anggota yang
berkecukupan itulah bisa dilihat kiprah mereka di tengah
masyarakat. Umumnya mereka adalah orang-orang yang sangat
berjiwa sosial, tanggap terhadap kepentingan masyarakat dan dapat
diandalkan perannya dalam membantu orang-orang yang
membutuhkan. Dari sinilah potensi-potensi kesalehan sosial begitu
kuat dalam kehidupan tarekat.
SIMPULAN
Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah di Pagutan dan Praya
Lombok memiliki peran yang signifikan, khususnya dalam
menciptakan kesalehan individu para pengikut, yaitu mereka dapat
merasakan mendalamnya pengalaman keagamaan dan kedekatan
dengan Allah. Sebagai dampaknya, seseorang berusaha untuk
melangkah secara benar dan tidak akan mengulangi dosa,
menjauhkan dari maksiat, dan menambah rasa khusyu’ dalam
beribadah.
Adapun kesalehan sosial yang bisa dilihat secara praktis adalah
dari segi semangat, kesungguhan dan ketulusan mereka untuk
membantu sesama. Hanya saja hal itu bukan dalam pengertian
sebagai gerakan sosial yang sangat besar pengaruhnya, tetapi lebih
merupakan komitmen-komitmen yang tumbuh yang ada pada
masing-masing individu. Jadi ia masih merupakan kekuatan ‘laten’
dan belum ‘manifes’ secara nyata dalam skala massif. Meskipun
demikian, karena sebagai kekuatan potensial, suatu saat tidak
menutup kemungkinan akan muncul peran yang lebih nyata dari
tarekat di tengah kehidupan masyarakat luas.
Comments (0)
Posting Komentar